Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kecolongan lantaran harus mengeluarkan duit sebesar Rp 648 miliar untuk membeli tanah yang sebenarnya miliknya sendiri. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengakui terdapat kejanggalan dalam pembelian lahan oleh Dinas Perumahan di Cengkareng, Jakarta Barat.
Menurut Ahok, terdapat surat yang menjelaskan bahwa tanah tersebut disewa oleh Pemprov DKI Jakarta. Dia menduga ada lurah yang sengaja mengaburkan kepemilikan tanah tersebut, sehingga seakan-akan bukan milik Pemprov DKI Jakarta.
Ada penghilangan, ada surat yang menyatakan bahwa (lahan) itu sewa bukan punya DKI. Itu aslinya ternyata punya DKI," katanya di Balai Kota DKI Jakarta, Senin (27/6) kemarin.
Ahok kesal dan berang akan hal ini. Oleh sebab itu, dia minta secepatnya untuk dilakukan penelusuran aliran dana dalam pembelian lahan untuk pembangunan rumah susun tersebut.
Makanya saya minta mesti telusuri duitnya kemana saja atau apakah oknum lurah juga terima duit," tegas mantan Bupati Belitung Timur ini.
Kecurigaan Ahok semakin diperkuat setelah masuknya pembelian lahan ini dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI 2015. Lahan untuk rumah susun itu dibeli dengan harga Rp 600 miliar.
Mana ada orang bodoh sih mau bayar notaris Rp 4-5 miliar. Misalnya beli tanah Rp 600 miliar, kamu bayar notarisnya Rp 6 miliar, gila enggak? Rp 10 juta juga banyak yang mau urus tanah sekeping doang," jelasnya.
Kepala Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan DKI Jakarta Darjamuni mengatakan, tanah yang dibeli Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan di Cengkareng, Jakarta Barat adalah milik Pemprov DKI. Bahkan secara legal, dia mengaku, memiliki surat kepemilikan tanah secara lengkap.
Tanahnya, tanah kami, tapi yang beli (Dinas) Perumahan. Kami enggak tahu sama sekali. Ada semua dokumennnya," kata Darjamuni saat dihubungi secara terpisah.
Dia mengaku, pertama mengetahui adanya kejanggalan dalam pembelian lahan ini saat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP) laporan keuangan tahun anggaran 2015.
Kami baru tahu saat sudah ada audit dari BPK, waktu dia ngecek semua tanah kami," terangnya.
Saat dipanggil BPK, Darjamuni menceritakan, sempat ditanyakan mengenai status tanah yang akan dijadikan rumah susun. Dan ternyata sebelumnya, badan audit negara tersebut juga telah melakukan survei secara langsung ke lokasi.
Kami diajak minta ke sana. Begitu di sana, mereka bilang kemarin diajak Dinas Perumahan juga ke sini. Saya jawab enggak tahu," ungkapnya.
Dia menegaskan, tidak masalah jika memang pembelian tanah ini dibawa ke ranah hukum. Pasalnya tanah seluas 4,6 hektar tersebut belum pernah disewakan kepada pihak ketiga. Bahkan, mereka telah menyiapkan berkas-berkas terkait.
Belum pernah (sewa). Malah ada masalah surat-surat yang tidak benar sudah kami kumpulkan semua. Kami siap untuk menghadapi proses hukum.
0 comments:
Post a Comment